Jenis-Jenis Talak Berdasarkan Waktunya

Jenis-Jenis Talak Berdasarkan Waktunya


Perceraian adalah hal terakhir bagi pasangan untuk menyelesaikan masalah yang rumit (kompleks). Pasangan yang memutuskan bercerai itu mempertimbangkan banyak alasan. Namun ternyata perceraian bukanlah akhir dari segalanya


Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian yang dilakukan oleh Journal of Marriage and Family melihat adanya peningkatan angka perceraian. Selain itu, banyak topik yang juga terkait dengan perceraian, seperti prediksi perceraian, hubungan antara perceraian dengan kesejahteraan anak-anak dan mantan pasangan, serta intervensi bagi pasangan yang bercerai.


Padahal, perceraian sebenarnya adalah sesuatu yang tidak diinginkan oleh semua pihak, dan Allah SWT tidak senang dengan hal tersebut. Meski begitu, Islam tetap memperbolehkan talak atau perceraian dalam keadaan tertentu.


Bagi pasangan yang ingin berpisah, ada beberapa jenis perceraian yang harus diketahui. Meski begitu, menjaga hubungan baik selama pernikahan harus dilakukan bersama-sama oleh kedua belah pihak.


Talak Dalam Islam



Dalam ketentuan Hukum Pernikahan Islam, "Talak" berarti memutuskan hubungan pernikahan dengan mengucapkan "Talak" atau kata lain yang memiliki arti yang sama dengan Talak. Bincang Syariah mengutip ucapan Sayyid Sabiq yang mengatakan bahwa ia memberikan definisi talak, yaitu melepaskan ikatan pernikahan (perkawinan) dan mengakhiri hubungan antara suami dan istri.


Abu Zakaria Al-Ansari menyatakan dalam kitabnya Fath Al-Wahhab bahwa talak adalah melepas tali akad nikah dengan kalimat seperti talak dan sejenisnya. Maksudnya adalah memutuskan ikatan pernikahan yang sebelumnya terikat oleh akad Ijab dan Kabul, sehingga status pasangan suami-istri menjadi hilang. Ini termasuk hilangnya hak dan kewajiban antara keduanya.


Dalil dibolehkannya talak adalah firman Allah SWT, yakni:


Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik,” (Al-Baqarah: 229).


Dan juga dalam surat lain: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar),” (At-Thalaq: 1).


Dari ‘Abdullah bin ‘Umar RA, beliau pernah menalak istrinya dan istrinya dalam keadaan haid yang dilakukan di masa Nabi SAW. Lalu ‘Umar bin Al Khottob RA menanyakan masalah ini kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda:


Hendaklah dia merujuk istrinya kembali, lalu menahannya hingga istrinya suci kemudian haid hingga dia suci kembali. Bila dia (Ibnu Umar) mau menceraikannya, maka dia boleh menalaknya dalam keadaan suci sebelum dia menggaulinya. Itulah iddah sebagaimana yang telah diperintahkan Allah SWT,


Jenis Talak Berdasarkan Waktu


Berdasarkan waktu jatuhnya, para ulama fiqih kontemporer, Syekh Wahbah al-Zuhaili mengklasifikasikannya menjadi tiga jenis menurut NU Online.


Dilihat dari kandungan shighat terhadap ta‘liq atas perkara yang akan datang, penyandaran kepada waktu di masa mendatang, serta ketiadaan kandungan ta‘liq-nya, talak terbagi pada munajjaz, mu‘allaq, dan mudhaf” (Syekh al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, [Darul Fikr: Damaskus] jilid 9, hal. 6966).


1. Talak Munajjaz atau Mu‘Ajjal

Jenis talak ini yang dijatuhkan pada saat shighat-nya diucapkan. Misalnya, ucapan seorang suami kepada istrinya, “Engkau telah ditalak,” atau “Engkau telah tertalak.


Selama suami yang mengucapkan talak maka dianggap sah, dan istri yang dijatuhi talak dianggap sebagai orang yang bercerai secara sah, ungkapan tersebut akan menyebabkan jatuhnya talak pada saat itu juga.


2. Talak Mudhaf

Ini adalah jenis talak yang disandarkan tercapainya pada waktu yang akan datang. Seperti ungkapan suami kepada istrinya, “Engkau tertalak pada esok hari, atau pada awal bulan Ramadhan, atau pada awal tahun depan.


Ungkapan “Engkau tertalak pada awal bulan Ramadhan,” misalnya. Maka, terhitung sejak terbenamnya matahari pada hari terakhir di bulan Sya‘ban, talak suami kepada istrinya jatuh, bukan sejak dia mengucapkan.


Berbeda halnya jika talak itu disandarkan pada waktu yang telah lalu, seperti “Engkau tertalak kemarin,” maka talak tersebut menjadi talak munajjaz. Artinya talak itu jatuh sejak diucapkan, karena mustahilnya menyandarkan sesuatu kepada waktu lampau, kecuali jika yang maksud perkataan itu adalah memberi tahu.


Begitu pula ungkapan suami, “Engkau tertalak sebelum mautku,” maka talaknya menjadi munajjaz. Artinya, talak jatuh pada saat diucapkan karena sebelum kematian seluruhnya adalah waktu menjatuhkan talak.


3. Talak Mu‘allaq

Disebut juga talak bersyarat atau lebih dikenal dengan nama ‘talak ta‘liq’. Talak jenis ini adalah talak yang digantungkan terjadinya pada sesuatu di waktu yang akan datang. Biasanya menggunakan kata-kata jika, apabila, kapan pun, dan sejenisnya.


Contohnya ungkapan suami kepada istrinya, “Jika engkau masuk lagi rumah si ini, maka engkau tertalak.” Atau, “Jika engkau pergi ke rumah saudaramu, maka engkau tertalak.” Atau, “Jika engkau keluar rumah tanpa seizinku, maka engkau tertalak.” Atau, “Kapan pun engkau ngobrol lagi dengan si ini, maka jatuhlah talakku kepadamu,”.


“Talak mu‘allaq adalah talak yang ditetapkan jatuhnya pada kejadian di masa mendatang. Biasanya ditandai dengan kata-kata syarat sebagai ta‘liq, seperti jika, bilamana, kapan pun, dan sejenisnya. Contohnya ungkapan seorang suami kepada istrinya, “Jika kamu masuk ke rumah si fulan, maka kamu [telah] tertalak.”


Atau, “Jika kamu pergi ke negaramu, maka engkau tertalak.” Atau, “Jika kamu keluar dari rumah tanpa seizinku, maka kamu tertalak.” Atau, “Kapan pun kamu berbicara dengan si fulan, maka kamu tertalak.


Hukum Talak



Terdapat perselisihan pendapat di antara para ulama saat menentukan kapan tepatnya hukum talak berlangsung.

  • Talaknya sah ketika diucapkan namun barulah jatuh ketika telah mencapai waktunya, menurut pendapat Abu ‘Ubaid, Ishaq, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Daud Az Zohiriy dan pengikutnya.
  • Ibnu Musayyib, salah satu pendapat Imam Abu Hanifah, Al Laits dan Imam Malik berpendapat, talak jatuh ketika diucapkan.
  • Talaknya tidak jatuh baik ketika diucapkan atau ketika sudah mencapai waktunya. Pendapat terakhir ini dianut oleh Ibnu Hazm. Alasannya, karena tidak ada dalil dari Al Qur’an maupun hadits yang menunjukkan bahwa talak tersebut jatuh. Begitu pula nikah dengan mengatakan bahwa kita akan nikah tahun depan, tidak bisa dianggap telah nikah, maka sama halnya dengan talak.


Selain itu, hukum talak dengan maksud sumpah, seperti ucapan ‘jika engkau keluar rumah, maka engkau ditalak’ juga memiliki dua keadaan:

  • Maksud dari ucapan talak adalah jatuh talak secara hakiki jika syarat tersebut tercapai. Menurut jumhur ulama, talak tersebut dianggap jatuh.
  • Maksud dari ucapan talak bukan maksud talak secara hakiki namun untuk ancaman supaya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Mengenai talak dengan maksud ini, ada dua pendapat di antara para ulama: (1) Talak jatuh ketika syaratnya tercapai. Inilah pendapat jumhur fuqoha dan empat ulama madzhab. Di antara alasannya karena muslim harus berpegang dengan syarat yang dia tetapkan, dan (2) Talak tersebut tidaklah jatuh. Pendapat ini menjadi pegangan ‘Ikrimah, Thowus, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim. Di antara alasannya adalah sabda Nabi SAW: “Barangsiapa bersumpah untuk melakukan sesuatu, lalu dia melihat ada kebaikan pada yang lain, maka pilihlah yang baik tersebut dan batalkan sumpah tersebut dengan kafaroh.” (HR. Muslim no. 1650).


Tujuh orang sahabat -yaitu Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Aisyah, Abu Salmah, Hafshoh, Zainab, menganggap tidak jatuhnya sumpah dengan memerdekakan budak. Demikian bisa diqiyaskan dengan talak dengan qiyas yang shahih.


Karena tidak ada dalil tegas dari Alquran maupun hadits, juga tidak ada ijma’ (konsensus para ulama), ditambah kesesuaian dengan maqoshid syari’at, maka pendapat yang terkuat dalam masalah ini adalah talak mu’allaq bersyarat (talak dengan maksud sumpah) tidaklah jatuh.


Talak ini adalah jika dengan maksud sebagai ancaman supaya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Namun jika maksudnya adalah talak secara hakiki, maka dianggap jatuh talak. Mahkamah di Mesir berpendapat yang sama, mereka berkata, “Tidak jatuh talak bersyarat jika dimaksudkan sebagai ancaman (peringatan) untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, bukan yang lainnya.


Jenis talak berdasarkan waktunya akan membantu dalam memutuskan hubungan antara suami dan istri.