Self Diagnosis, Kebiasaan Mendiagnosis Diri Sendiri yang Bisa Berbahaya
Pernahkah Anda merasa tidak enak badan dan mengeluhkannya kepada teman-teman di sekitar Anda? Teman Anda dengan gejala yang sama akan segera memberi tahu Anda bagaimana cara menangani keluhannya yang berhasil ia lakukan sebelumnya. Anda langsung percaya dan menerima sarannya. Perhatikan bahwa ini adalah fenomena diagnosis diri (self diagnosis).
Teman, anggota keluarga, dan pengalaman penyakit masa lalu sering dijadikan acuan untuk “pengobatan diri sendiri”. Gejala serupa membuat kita merasa bahwa kita tahu cara mengobatinya. Belum lagi saat membaca artikel-artikel kesehatan yang tidak kredibel. Bukan sembuh, mendiagnosis diri sendiri justru akan memperburuk kesehatan Anda.
Apa itu self diagnosis?
Self diagnosis adalah upaya untuk mendiagnosis diri Anda sendiri berdasarkan informasi yang Anda dapatkan secara mandiri, misalnya dari teman atau anggota keluarga, serta bahkan pengalaman penyakit masa lalu Anda.
Faktanya, diagnosis hanya boleh ditetapkan oleh para tenaga medis profesional. Pasalnya, proses memperoleh diagnosis yang tepat sangatlah sulit.
Ketika Anda berkonsultasi, dokter Anda akan menetapkan diagnosis. Diagnosis ditentukan berdasarkan gejala, keluhan, riwayat kesehatan, dan faktor lain yang Anda alami.
Dua orang dokter bahkan bisa membuat diagnosa berbeda pada pasien yang sama.
Saat mendiagnosis diri sendiri, Anda akan menyimpulkan masalah kesehatan fisik atau mental (psikologis) berdasarkan informasi Anda miliki sendiri.
Padahal, tenaga medis profesional saja perlu mendalami seluk beluk suatu masalah kesehatan sebelum menetapkan diagnosis Anda.
Anda bahkan mungkin memerlukan pemeriksaan lanjutan karena untuk menyimpulkan suatu penyakit tidak bisa begitu saja.
Selain lingkungan sekitar, kemajuan teknologi juga turut andil dalam fenomena seperti ini. Misalnya, setelah mendengar masukan dari teman, Anda akan mencarinya di Internet. Sayangnya, sumber yang dijadikan rujukan justru bukanlah sumber terpercaya yang telah disepakati oleh dokter.
Faktanya, sebuah studi di tahun 2013 menemukan bahwa hanya setengah dari orang-orang yang mencari informasi tentang kondisi kesehatan mereka yang benar-benar berkonsultasi dengan dokter.
Padahal, Anda tetap harus ke dokter untuk memastikan kondisi Anda. Informasi tadi harus digunakan sebagai bekal untuk mengajukan pertanyaan kepada dokter.
Mengapa self diagnosis berbahaya?
Seperti yang sudah disampaikan di atas bahwa self diagnosis itu berbahaya. Berikut beberapa bahaya nyata yang dapat timbul terkait perilaku mendiagnosis diri sendiri, di antaranya:
1. Terjadinya kesalahan dalam diagnosis
Beberapa masalah kesehatan mungkin memiliki gejala yang serupa. Misalnya, Anda mungkin sering batuk. Batuk bisa jadi pertanda berbagai gangguan kesehatan, antara lain flu, gangguan di saluran napas, bahkan gangguan asam lambung.
Jika Anda tidak pergi ke dokter dan memutuskan untuk menebak apa yang terjadi pada Anda, bisa jadi perkiraan Anda tersebut meleset dari yang sebenarnya. Akibatnya, Anda tidak akan mendapatkan pengobatan yang tepat.
2. Terjadinya gangguan kesehatan yang lebih serius yang tidak terdeteksi
Gejala psikologis yang Anda alami mungkin disebabkan oleh masalah kesehatan fisik.
Misalnya, jika Anda mengira itu gangguan panik, itu mungkin disebabkan oleh detak jantung tidak beraturan (aritmia) atau masalah pada kelenjar tiroid.
Dalam kasus lain, tumor otak dapat memengaruhi bagian otak yang mengatur suasana hati atau emosi dan kepribadian.
Orang yang melakukan self diagnosis mungkin mengira bahwa mereka sedang mengalami gangguan kepribadian, padahal ada tumor berbahaya yang bersarang di otaknya.
3. Terjadinya salah minum obat
Jika Anda menetapkan diagnosis yang salah, pengobatannya juga mungkin akan salah.
Risiko terhadap kesehatan pun akan bertambah besar jika Anda mengonsumsi obat secara asal atau menjalani metode pengobatan yang tidak direkomendasikan secara medis.
Meskipun beberapa obat mungkin tidak berbahaya, namun meminum obat yang salah tidak akan menyembuhkan keluhan yang Anda alami.
Misalnya, jika penyebab gejala depresinya adalah tumor pada otak, maka obat antidepresan tidak akan dapat mengatasi gejala tersebut.
4. Memicu gangguan kesehatan yang lebih parah
Self diagnosis terkadang dapat menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan yang sebenarnya tidak Anda alami.
Sebagai contoh, Anda saat ini menderita insomnia atau stres berkepanjangan. Masalah sebenarnya bukanlah gangguan mental seperti depresi.
Namun, semua informasi yang Anda dapatkan dari sekitar, selain dokter menyatakan bahwa insomnia dan stres yang Anda alami menandakan masalah depresi dan gangguan tidur.
Jika Anda terus merasa khawatir, Anda berisiko mengalami depresi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Perilaku mendiagnosis diri sendiri tidak hanya menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan, tetapi juga berbahaya bagi kesehatan.
Jika tidak disikapi dengan bijak, informasi kesehatan yang semestinya bermanfaat justru bisa menimbulkan terlalu banyak kekhawatiran.
Saat mengalami gejala suatu penyakit, yang perlu Anda lakukan hanyalah berkonsultasi ke dokter untuk mengetahui penyebab pastinya.
Hindari self diagnosis dan komunikasikan semua kekhawatiran yang Anda rasakan agar dokter dapat menentukan diagnosis dengan benar dan tepat.